Monday, April 23, 2007

Akar Identitas

Seperti ketika seorang pelukis menghasilkan sebuah maha karya. Nampaknya, semakin menyebar ke dalam keseharian setiap manusia.

Apa yang tidak ingin dimiliki oleh kita? Keinginan itu sudah eksis sejak pertama kali makhluk hidup ada. Mungkin nama marx tidak akan muncul ke permukaan jika tidak ada "konsep" sifat ini.

Melihat apa yang ada sekarang, semua ingin ada akar identitas. Setiap individu harus memiliki apa yang tidak dimiliki yang lain. Selama ini menyangkut identitas sebuah ekspresi atau karya, tentu akan ssangat baik dan menghasilkan banyak hal baru. Tapi tidak jika semata untuk kesukaan subjektif, keinginan subjektif. Positif atau negatif pun ada porsinya. Sesuatu yang baik bagi sebuah maha karya artis atau seniman, juga sebuah produsen barang. Untuk masyarakat? Hanya sampai dikonsep 'trend". Akhirnya apa yang seharusnya memang dibuat dan yang harus dibiarkan melebur.

Mengikuti atau membuat standar? Itu adalah masalah kita semua.

Friday, April 20, 2007

Splash

Sebuah toko khusus menjual barang-barang keperluan pria tentu akan menarik. Konsep toko bisa bersifat kecil tapi lengkap, sporadis dan 24 jam. Sebagai tambahan, tentu juga ada semua yang khas pria, majalah, makanan, minuman, mainan, kaos, hobby dan produk / alat-alat lainnya. Tentu harus ada survey terlebih dahulu untuk menyeleksi brand apa saja yang menjadi favorit dalam keseharian pria. Misal, untuk nonton bola tentu perlu bir atau kopi merek x, dengan kacang atau kentang x, sebelumnya membaca prediksi pertandingan di majalah atau tabloid x.

Monday, April 16, 2007

Tidak Dijual

Everything's for sale! yup...itu dia. Semua ada value dan harga kan? dari raga sampai virus. Pilihan makin banyak dengan "produk" yang bahkan tidak dapat di rasakan.

Ini bukan perkara masa. Eksistensi yang ada sekaligus membentuk sebuah gagasan atau konsep "nilai", "value" atau "harga". Dan yang lainnya. Dari pertama kali eksis.

Upaya yang tersisa kini memang memberi label baru akan semuanya itu. Dengan segala peraturan dibaliknya dan yang akan membantunya. Lagipula siapa yang tidak akan membeli?

Pertarungan yang tidak pernah ada

Empat bulan. Pendek atau panjangkah? Tak terhitung apa yang "terima" diri tentu menilai cukup. Ternyata apa yang dikunyah tidak semuanya terserap seperti gizi dalam sekali makan malam.

Waktu, itu tidak lagi menjadi hal yang luarbiasa. Menjadi biasa karena selalu ada. Berduet dengan semua yang "harus" dilewati. Nantinya akan menang lagi sebagai penguasakah? atau memang ternyata sudah?

Tanpa lagi berusaha melihat jauh dibalik bundar, tersadar semuanya memang bukan sebuah kompetisi. Ketika tidak ada konsep kalah atau menang.